Peran sosial yang tinggi tidak dapat dikenalkan melalui perwatakan yang SOMBONG.

SOMBONG hanyalah perusak karakter dan penampakan kebobrokan jati diri seseorang.

Orang yang siap SOMBONG juga harus siap direndahkan karakternya dan dijauhkan dari yang selama ini dekat.

Ardhuan_yuananda@yahoo.com

Monday, July 23, 2012

GAMBARAN UMUM DINAS KOPERASI DAN UMKM KOTA SEMARANG


2.1    Sejarah Perkembangan Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang
Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang merupakan bentuk pengintegrasian dari instansi Kantor Wilayah depertemen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah dan Usaha mikro Kecil dan Menengah dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah No 7 tahun 2001 dengan nama Dinas Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 6 tahun 2008 tanggal 7 Juni tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata kerja Dinas Propinsi Jawa Tengah maka berubah menjadi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah
Penggeseran kewenangan ini adalah sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan otonomi daerah yang mengharuskan adanya penyerahan urusan dibidang pelayanan koperasi dan usaha kecil menengah yang dahulunya ditangani oleh pemerintah pusat dibawah Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah menjadi urusan daerah. Dengan adanya perubahan terhadap sistem pemerintahan ke arah desentralisasi dan dekonstrasi maka bentuk pertanggungjawaban dari Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah bukan lagi kepada Menteri Negara melainkan kepada Gubernur Jawa Tengah melalui Sekda.  

2.2    Visi dan Misi Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang
2.2.1        Visi
Mewujudkan 500 Koperasi dan 53.600 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berkualitas.
2.2.2        Misi
1.   Meningkatkan produktifitas  dan  daya saing Koperasi, Usaha  Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM).
2.   Mengembangkan lingkungan usaha yang kondusif bagi pengembangan KUMKM melalui penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan.
3.   Memantapkan kelembagaan Koperasi sesuai dengan jati diri Koperasi.
4.   Mengembangkan sinergi dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan KUMKM.
2.3    Tugas Pokok dan Fungsi
2.3.1        Tugas Pokok
Dinas Koperasi dan UMKM Kota semarang mempunyai tugas pokok sebagai berikut :
1)        Melaksanakan kewenangan desentralisasi dibidang koperasi dan UMKM yang diserahkan kepada Pemerintah Kota.
2)        Melaksanakan kewenangan dibidang koperasi dan UMKM.
3)        Melaksanakan kewenangan Kabupaten / kota dibidang Koperasi dan UMKM yang dikerjasamakan dengan atau diserahkan kepada Pripinsi sesuai dengan perundangan yang berlaku.
4)        Melaksankan kewenagan dekonsentrasi yang dilimpahkan kepada Gubernur dan tugas pembantuan dibidang koperasi dan UMKM sesuai dengan perundangan yang berlaku.
2.3.2        Fungsi
Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kota Semarang mempunyai fungsi sebagai berikut :
a.       pelaksanaan perumusan kebijakan teknis di bidang koperasi dan usaha kecil mikro dan menengah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan Walikota.
b.       penyusunan rencana dan program, pelaksanaan fasilitas, monitoring, evaluasi dan pelaporan di bidang koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah.
c.       pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, analisis data, informasi, promosi dan kehumasan di bidang koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah.
d.      pelaksanaan perumusan penetapan kebijakan pembangunan koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah.
e.       pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan penyelenggaraan pelayanan koperasi sekunder dan primer lintas Kabupaten / kota di bidang koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah.
f.        pelaksaaan pemberian dukungan kerjasama antar koperasi.
g.       pelaksanaan perumusan pemberian dan pencabutan badan hokum koperasi.
h.       pelaksanaan pengawasan dan penilaian kesehatan koperasi simpan pinjam dan unit usaha lain.
i.           pelaksanaan pembentukan dan pengembangan jaringan ekonomi dan usaha mikro kecil dan menengah.
j.           pelaksanaan pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, hokum, kelembagaan koperasi, organisasi dan tata laksana, umum dan perlengkapan.   
2.4    Stuktur Organisasi
Dalam pelaksanaan kegiatan serta mencapai tujuan yang telah ditetapkan diperlukan perencanaan yang matang serta pengawasan yang konsisten. Sehingga instansi baik milik pemerintah maupun swasta dam menjalankan tugas tidak terlepas dari struktur yang telah ditentukan sebelumnya, karena stuktur organisasi dapat menentukan suatu organisasi dapat mencapai tujuannya.
Struktur organisasi didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dimana organisasi dikelola (Hani Handoko,1995 :169). Struktur organisasi merupakan kerangka dan susunan perwujudan pada setiap hubungan diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi maupun orang yang mewujudkan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda dalam suatu organisasi.
Adapun struktur organisasi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Semarang dapat dilihat lampiran. uraian tentang struktur organisasinya adalah sebagai berikut :
1.      Kepala Dinas
2.      Sekertaris
a)      Subbag Perencanaan dan Evaluasi
b)      Subbag Umum dan Kepegawaiaan
c)      Subbag Keuangan
3.      Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas
a)      Seksi Pengawasan dan Akuntabilitas
b)      Seksi Pengawasan dan Akuntabilitas Koperasi
c)      Seksi Pengawasan dan Akuntabilitas Usaha Simpan Pinjam
d)     Seksi pengawasan dan Akuntabilitas UMKM
4.      Bidang Pemberdayaan UMKM
a)      Seksi Kewirausahaan
b)      Seksi Produksi dan Pemasaran
c)      Seksi Kemitraan Usaha
5.      Bidang Pemberdayaan Koperasi
a)      Seksi Kelembagaan Koperasi
b)      Seksi Usaha Koperasi
c)      Seksi SDM Koperasi
6.      Bidang Pembiayaan
a)      Seksi Manajemen Simpan Pinjam
b)      Seksi Pemberdayaan Simpan Pinjam
c)      Seksi Permodalan Koperasi dan UMKM
Adapun penjabaran tugas pada masing-masing bagian adalah sebagai berikut :
A.    SEKERTARIS
1.      Subbag Program
a.    Penyampaian bahan dan program kerja.
b.   Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana dan program lingkup dinas.
c.    Pelaksanaan dan pelayanan adnimistasi dan tekhnis penusunan perencanaan dan program kerja di lingkungan dinas.
d.   Pengelolaan sistem informasi di lingkungan Dinas.
e.    Evaluasi, monotoring dan pelaporan bidang program di lingkungan Dinas.
2.      Subbag Keuangan
a.       Penyediaan bahan rencana dan program kerja.
b.      Pelaksanaan koordinasi bidang keuangan di lingkungan Dinas.
c.       Pelaksanaan dan pelayanan administrasi dan tekhnis bidang keuangan meliputi urusan anggaran perbendaharaan dan akuntansi di lingkungan Dinas.
d.      Evaluasi, monitoring dan pelaporan bidang keuangan di lingkungan Dinas,
3.      Subbag Umum dan Kepegawaian
a.          Penyediaan bahan rencana dan program kerja.
b.         Pelaksaan koordinasi bidang umum dan kepegawaiaan ldi lingkungan Dinas.
c.          Pelaksaan dan pelayanan adninistrasi bidang umum dan kepegawaian yang meliputi urusan rumah tangga, surat menyurat,kebersihan, keamanan, pemeliharaan, humas, protokol dan tata usaha kepegawaian di lingkungan Dinas.
d.         Evaluasi, monitoring dan pelaporan bidang Umum dan Kepegawaian di Lingkungan Dinas.
B.     BIDANG KELEMBAGAAN KOPERASI DAN UMKM
1.      Seksi Organisasi dan Badan Hukum
a.          penyediaan bahan program kerja.
b.         Penyiapan bahan perumusan kebijakan, program dan kegitatan organisasi dan bahan baku.
c.          Pelaksanaan pembinaan penyusunan organisasi, kepengurusan dan manajemen koperasi.
d.         Pelaksanaan pembinaan pendirian, penggabungan dan perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

Thursday, July 19, 2012

ERP (Effective Rate of Protection)

 
A.    Latar Belakang
Sektor ekonomi dapat dibedakan antara yang hasilnya, paling tidak sebagian, bedrsifat tradeable dan tidak tradeable. Menurut definisi tradeable menandai suatu barang atau jasa di mana ;
a)      Produsen dalam negeri cukup efisien, sehingga apabila tidak ada hambatan perdagangan berupa peraturan atau kebijaksanaan pemerintah, misalnya nilai tukar yang kurang realistis harga f.o.b memberikan perangsang efektif untuk mengekspor, atau
b)      Perbandingan biaya produksi dalam negeri dengan harga c.i.f adalah sedemikian rupa sehingga permintaan akan barang / jasa impor akan meningkat apabila tidak ada hambatan perdagangan resmi seperti bea masuk dan pelarangan impor
Hampir semua produksi barang fisik tergolong tradeable karena jenis barang ini muncul dalam kegiatan perdagangan internasional. Jenis barang yang beratnya sangat besar dibandingkan dengan harganya memang kurang menonjol dalam statistic perdagangan; misalnya air tawar, batu kali, batu bata, kerikil, dan pasir. Namun demikian, impor jenis barang tersebut dari sumber terdekat di Negara tetangga sering merupakan alternative ekonomis bagi daerah perbatasan berbagai Negara. 
Produk jasa – jasa pun ada yang diperdagangkan di tingkat internasional, seoerti misalnya jasa pengangkutan internasional, asuransi, perbankan, tebaga listrik, dan jasa – jasa professional tertentu. Walaupun begitu, jasa – jasa yang menyumbang bagian terbesar dari nilai tambah produksi misalnya perdaganga, angkutan, tenaga listrik, telekomunikasi, dan jasa – jasa pemerintah seoperti pendidikan dan kesehatan, dianggap non tradeable karena kemungkinan membelinya dari pihak pemasik luar negeri sangat kecil. Di lain pihak, jasa-jasa tersebut mempergunakan sarana produksi yang sebagian bersifat tradeable, dan ini perlu diperhatikan dalam rangka analisis biaya produksi barang dan jasa tradeable di mana jasa – jasa itu muncul sebagai sarana produksi.

A.    Kriteria Investasi Unit DRC dan ERP
Evaluasi proyek di semua sektor penghasil barang maupun jasa-jasa yang diperdagangkan di tingkat internasional, khususnya industry dan pertambangan, menganalisis benefit berdasarkan dua kriteria yaitu :
1.      Domestic Resource Cost of Earning or Saving a Unit of Foreign Exchange (Besarnya biaya sumber-sumber nasional untuk mendapatkan atau menghemat satu satuan devisa.
2.      Effective Rate of Protection (tingkat proteksi efektif)

Kriteria unit DRC serta ERP bertitik tolak pada prinsip bahwa efisien tidaknya produksi jenis barang dan jasa tradeable tergatung pada daya saingnya di pasaran dunia. Artinya , apakah biaya produksi riel yang terdiri dari pemakaian sumber-sumber nasional terutama tenaga kerja dan modal cukup rendah, sehingga harga jualnya dalam rupiah (setelah dipotong segala macam pajak) tidak melebihi tingkat border price yang relevan (dinyatakan dalam dollar dikalikan dengan shadow price devisa). Untuk tujuan analisis efesiensi, pasar dalam negeri dinilai berdasarkan perbandingan antara opportunity cost  riil dari produksi dalam negeri dengan border price yang relevan tadi.
Border Price yang relevan untuk produksi dalam negeri yang melebihi konsumsi nasional adalah harga f.o.b untuk ekspor, sedangkan untuk jenis barang tradeable yang produksi dalam negerinya kurang dari konsumsi nasional, border price yang relevan adalah harga c.i.f untuk impor.
Kriteria pada ERP menjelaskan perlu tidaknya suatu proyek diberi proteksi efektif terhadap persaingan internasional agar dapat hidup. Pengukuran proteksi efektif itu bertitik tolak dari perhitungan proteksi terhadap output, yang diukur sebagai proporsi kelebihan harga jual yang diterima produsen dalam negeri setelah dipotong segala jenis pajak yang membebani prose produksi dibandingkan dengan hasil perkalian antar border price dan nilai tukar valuta asing.
Kemudian diperhitungkan pengaruh proteksi terhadap sarana yang digunakan dalam proses produksi (lihat rincian dalam bagian berikut). Tingkat proteksi ini diukur dengan cara serupa, yakni sebagai proporsi kelebihan harga jual dalam negeri masing-masing sarana dibandingkan dengan harga menurut border price
Akhirnya rumus ERP meyesuaikan proteksi yang diberikan pada output dengan menghilangkan efek proteksi yang dinikmati oleh sarana produksi. Hasil nettonya mengukur proteksi yang diberikan terhadap nilai tambah dalam negeri yang diciptakan   oleh faktor-faktor nasional dalam dalam proses produksi tersebut.
Sudah dunyatakan bahwa nilai tukar devisa masuk dalam penyebut rumus untuk ERP. Ternyata, tingkat ERP sangat peka terhadap nilai tukar devisa. Kedua alternative utama untuk nilai tukar dalam rumus ERP terdiri dari :
1)      Nilai tukar resmi
2)      Shadow exchange rate
Apabila dipilih ilai tukar resmi r, maka penilaian feasible tidaknya suatu proyrk melalui ERO-nya dilakukan dengan membandingkan tingkat ERP itu dengan proporsi kelebihan shadow exchange rate (SER) terhadap r, yang dilambangkan sebagai (SER-r / r, Andaikan ERP lebih besar daripada (SER-r) / r berarti :

(1 + ERP - SER      )           > 0
              r
Dengan kata lain, proyek tidak menguntungkan. Didalam pihak jika :
(1 + ERP –      SER    )            < 0
                   r          
Berarti proyek feasible, dalam arti tidak memerlukan proteksi efektif di atas shadow exchange rat (SER).

Sebaliknya, apabila nilai tukar yang digunakan dalam rumus ERP merupakan SER, maka ERP sebagai kriteria “go/ no go” untuk proyek harus dibandingkan dengan nol. Dengan perkataan lain, apabila suatu proyek memerlukan proteksi efektif yang positif agar dapat hidup, maka proyek tersebut dianggap tidak feasible. Di lain pihak, proyek yang dapat hidup dengan proteksi yang bernilai nol ataupun negative dianggap efisien sehingga dapat diterima.
ERP yang dihitung menurut nilai tukar resmi disebut ERP, sedangkan yang dihitung menurut SER disebut ERP. Baik kriteria unit DRC maupun ERP dapat digunakan untuk kejadian ekonomi yang serupa. Dengan asumsi-asumsi tertentu, keduanya bahkan dapat dikaitkan melalui rumus sederhana. Yaitu ERPP, sama dengan proporsi kelebihan unit DRC terhadap shadow exchange  rate
ERP = Unit DRC      - 1
          SER
Misalkan produksi suatu barang untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional memakan sumber dalam negeri senilai RP 2.500 per dollar yang dihemat ( melalui subitusi impor) jika shadow exchange rate dinilai sebesar Rp 2000/$1.00, produksi tersebut memerlukan proteksi efektif sebesar 25 persen (=2500/2000-1) supaya dapat hidup

B.     Ciri – cirri umum dan contoh Penerapan Kriteria
Inti dari penggunaan kedua jenis kriteria unit DRC dan ERP adalah pemisahan efek pemakaian faktor-faktor produksi nasional dalam proses produksi suatu barang atau jasa, dari segala jenis unsure lain yang ikut mempengaruhi harga jual barang atau jasa tersebut terutama sarana impor maupun  kebijaksanaan pemerintah berupa pajak, subsidi, dan tindakan proteksi lainnya. Pendekatan inilah yang mendasari pemakaian kata “efektif” dalam ERP. Dalam hal ini tingkat proteksi efektif dibedakan dari tingkat proteksi nominal, yang merupakan tingkat bea masuk yang ditetapkan oleh pemerintah untuk suatu jenisb barang.
Misalnya impor mobil yang sudah jadi dengan harga c.i,f sebesar $10.000 dikenakan bea masuk sebesar 100 persen; maka angka tersebut merupakan tingkat proteksi nominal yang diberikan kepada produsen mobil dalam negeri. Sellanjutnya misalkan diketahui bahwa produksi dalam negeri merupakan industry perakitan  saja yang mengimpor  suku cadang dengan c.i.f senialai 90 persen dari harga impor mobil jadi (yakni $9.000). Kemudian demi mendorong industry nasional, pemerintah menetapkan bea masuk atas suku cadang sebesar 50 persen. Dengan demikian, industry nasional mendapat kesempatan untuk menjual hasil perakitannya dalam negeri dengan harga (1,0 + 100 persen) . $10.000 . Rp 1.850 = 37 juta – Rp 25 juta = Rp 12 juta per satuan dapat dipergunakan untuk membayar faktor-faktor produksi nasional – tenaga kerja dan modal – yang ikut dalam proses perakitan tersebut.
Padahal, nilai proses perakitan itu jika dinilai menurut harga yang berlaku di pasaran dunia, sama dengan selisih antara harga c.i.f mobil jadi suku cadangnya, yaitu $ 10.000 - $ 9.000 = $ 1.000, dikalikan dengan nilai tukar. Untuk perthitungan ini, kita asumsikan bahwa shadow exchange rate sama dengan nilai tukar resmi, Jadi, nilai “tambah” menurut border price adalah sebesar $1.000 . Rp 1.850 = Rp 1,85 juta (angka ini disebut “nilai tambah” berdasarkan border price prose perakitan mobil). Jadi, tingkat proteksi efektif berlainan dengan tingkat proteksi nominal yang besarnya 100 persen tadi, dalam hal ini, tingkat proteksi efektif adalah sebesar :
ERP = Nilai tambah menurut Harga Dalam Negeri - 1 = 12      - 1 =5,5
       Nilai Tambah menurut Border Price                         1, 85
Atau dengan kata lain mencapai 5,5 kali lipat

C.     Nilai Tambah Berdasarkan Border Price
Konsep ini penting untuk dapat mengerti unit DRC atau ERP. Nilai tambah berdasarkan border price satu-satuan hasil produksi tersebut  dengan jumlah nilai setiap sarana tredeable yang masuk dalam memproduksi hasil itu, yang juga diukur berdasarkan border price-nya.
Jadi, dalam mencari nilai tambah tersebut ada tiga hal yang disorot, yaitu :
1)      Border price hasil produksi ;
2)      Jumlah masing-masing saran tradable yang digunakan dalam pembuatan hasil itu (misalnya, jumlah berbagai jenis suku cadang yang dipakai untuk membuat satu mobil) ; serta
3)      Border price sarana produksi tersebut
Dalam hal ini kita tidak perlu meneliti susunan proses produksi di luar negeri untuk mengetahui jumlah sumber lokal yang diperlukan. Bahkan dapat terjadi bahwa selisih antara border price barang yang sudah jadi dengan sarana tredeable-nya tidak langsung terkait dengan biaya yang dihabiskan.
Misalnya, perusahaan asing penghasil mobil umumnya menghindari ekspor hasil pabrik perakitan suatu Negara ke Negara berkembang lainnya untuk tidak menyaingi ekspor langsung dari negeri asal mereka. Salah satu cara untuk menghindari timbulnya persaingan itu adalah dengan membebankan penjualan suku cadang kepada anak perusahaan di Negara berkembang dengan harga yang relative tinggi dibandingkan dengan perkiraan biaya suku cadang berdasarkan cost accounting di Negara asal. Jadi, untuk pabrik di negar asalnya, tahap perakitantidak mungkin diselesaikan dengan biaya serendah $1.000 per satuan (lihat contoh di atas), apalagi untuk pabrik perakitan di Indonesia yang masih dengan ukuran produksi yang jauh di bawah tingkat optimum.  

D.    Susunan ERP
Rumus untuk effective rat of protection (ERP) mempergunakan efisien-koefisien satuan sebagai berikur:
ERP =    bx - Σi pi bi
                 1 - Σipi

Di mana :
bi         =    Tingkat proteksi nominal yang diberikan kepada produsen barang jenis                            X
pi         =    Angka perbandingan antara border price sara treadeable i yang dipakai                             dalam produksi barang X di dalam negeri, dengan border price barang                                 jadi X itu.
bi         =    Proporsi kelebihan harga dalam negeri sarana tradeable i terhadap hasil                             perkalian antara border price-nya dengan nilai tukar resmi sama dengan                                bi yang dipergunakan dalam rumus DRC.
Dalam contoh perakitan mobil, tingkat proteksi normal adalah :
a)      bx = 100% = 1,0
b)      bi (untuk i = suku cadang) = 50 persen = 0,5
Oleh karena nilai c.i.f suku cadang merupakan 90 persen border price mobil jadi, maka pi untuk suku cadang sama dengan 90 persen = 0,9. Sarana tradeable i lain diabaikan dalam contoh sederhana ini, dengan demikian :

ERP    =     1,0 – 0,9 . (0,5)         =   0,55       = 5,5
                        1 – 0,9                         0,1
Atau 550 persen, sesuai dengan hasil perhitungan sebelumnya.