A.
Latar
Belakang
Sektor
ekonomi dapat dibedakan antara yang hasilnya, paling tidak sebagian, bedrsifat tradeable dan tidak tradeable. Menurut definisi
tradeable menandai suatu barang atau jasa di mana ;
a) Produsen
dalam negeri cukup efisien, sehingga apabila tidak ada hambatan perdagangan
berupa peraturan atau kebijaksanaan pemerintah, misalnya nilai tukar yang
kurang realistis harga f.o.b memberikan perangsang efektif untuk mengekspor,
atau
b) Perbandingan
biaya produksi dalam negeri dengan harga c.i.f adalah sedemikian rupa sehingga
permintaan akan barang / jasa impor akan meningkat apabila tidak ada hambatan
perdagangan resmi seperti bea masuk dan pelarangan impor
Hampir
semua produksi barang fisik tergolong tradeable karena jenis barang ini muncul
dalam kegiatan perdagangan internasional. Jenis barang yang beratnya sangat
besar dibandingkan dengan harganya memang kurang menonjol dalam statistic
perdagangan; misalnya air tawar, batu kali, batu bata, kerikil, dan pasir.
Namun demikian, impor jenis barang tersebut dari sumber terdekat di Negara
tetangga sering merupakan alternative ekonomis bagi daerah perbatasan berbagai
Negara.
Produk
jasa – jasa pun ada yang diperdagangkan di tingkat internasional, seoerti misalnya
jasa pengangkutan internasional, asuransi, perbankan, tebaga listrik, dan jasa
– jasa professional tertentu. Walaupun begitu, jasa – jasa yang menyumbang
bagian terbesar dari nilai tambah produksi misalnya perdaganga, angkutan,
tenaga listrik, telekomunikasi, dan jasa – jasa pemerintah seoperti pendidikan
dan kesehatan, dianggap non tradeable karena kemungkinan membelinya dari pihak
pemasik luar negeri sangat kecil. Di lain pihak, jasa-jasa tersebut
mempergunakan sarana produksi yang sebagian bersifat tradeable, dan ini perlu
diperhatikan dalam rangka analisis biaya produksi barang dan jasa tradeable di
mana jasa – jasa itu muncul sebagai sarana produksi.
A.
Kriteria
Investasi Unit DRC dan ERP
Evaluasi proyek di semua sektor
penghasil barang maupun jasa-jasa yang diperdagangkan di tingkat internasional,
khususnya industry dan pertambangan, menganalisis benefit berdasarkan dua
kriteria yaitu :
1. Domestic
Resource Cost of Earning or Saving a Unit of Foreign Exchange (Besarnya biaya
sumber-sumber nasional untuk mendapatkan atau menghemat satu satuan devisa.
2. Effective
Rate of Protection (tingkat proteksi efektif)
Kriteria
unit DRC serta ERP bertitik tolak pada prinsip bahwa efisien tidaknya produksi jenis
barang dan jasa tradeable tergatung pada daya saingnya di pasaran dunia.
Artinya , apakah biaya produksi riel yang terdiri dari pemakaian sumber-sumber
nasional terutama tenaga kerja dan modal cukup rendah, sehingga harga jualnya
dalam rupiah (setelah dipotong segala macam pajak) tidak melebihi tingkat
border price yang relevan (dinyatakan
dalam dollar dikalikan dengan shadow price devisa).
Untuk tujuan analisis efesiensi, pasar dalam negeri dinilai berdasarkan
perbandingan antara opportunity cost riil dari produksi dalam negeri dengan border price yang relevan tadi.
Border Price yang
relevan untuk produksi dalam negeri yang melebihi konsumsi nasional adalah
harga f.o.b untuk ekspor, sedangkan untuk jenis barang tradeable yang produksi dalam negerinya kurang dari konsumsi
nasional, border price yang relevan adalah
harga c.i.f untuk impor.
Kriteria
pada ERP menjelaskan perlu tidaknya suatu proyek diberi proteksi efektif
terhadap persaingan internasional agar dapat hidup. Pengukuran proteksi efektif
itu bertitik tolak dari perhitungan proteksi terhadap output, yang diukur
sebagai proporsi kelebihan harga jual yang diterima produsen dalam negeri
setelah dipotong segala jenis pajak yang membebani prose produksi dibandingkan
dengan hasil perkalian antar border price
dan nilai tukar valuta asing.
Kemudian
diperhitungkan pengaruh proteksi terhadap sarana yang digunakan dalam proses
produksi (lihat rincian dalam bagian berikut). Tingkat proteksi ini diukur
dengan cara serupa, yakni sebagai proporsi kelebihan harga jual dalam negeri
masing-masing sarana dibandingkan dengan harga menurut border price
Akhirnya
rumus ERP meyesuaikan proteksi yang diberikan pada output dengan menghilangkan efek
proteksi yang dinikmati oleh sarana produksi. Hasil nettonya mengukur proteksi
yang diberikan terhadap nilai tambah
dalam negeri yang diciptakan oleh
faktor-faktor nasional dalam dalam proses produksi tersebut.
Sudah
dunyatakan bahwa nilai tukar devisa masuk dalam penyebut rumus untuk ERP.
Ternyata, tingkat ERP sangat peka terhadap nilai tukar devisa. Kedua
alternative utama untuk nilai tukar dalam rumus ERP terdiri dari :
1) Nilai
tukar resmi
2) Shadow exchange rate
Apabila
dipilih ilai tukar resmi r, maka penilaian feasible
tidaknya suatu proyrk melalui ERO-nya dilakukan dengan membandingkan
tingkat ERP itu dengan proporsi kelebihan shadow
exchange rate (SER) terhadap r, yang dilambangkan sebagai (SER-r / r,
Andaikan ERP lebih besar daripada (SER-r) / r berarti :
(1 + ERP - SER )
> 0
r
Dengan
kata lain, proyek tidak menguntungkan. Didalam pihak jika :
(1 + ERP – SER
) < 0
r
Berarti proyek feasible, dalam arti
tidak memerlukan proteksi efektif di atas shadow
exchange rat (SER).
Sebaliknya,
apabila nilai tukar yang digunakan dalam rumus ERP merupakan SER, maka ERP
sebagai kriteria “go/ no go” untuk proyek harus dibandingkan dengan nol. Dengan
perkataan lain, apabila suatu proyek memerlukan proteksi efektif yang positif
agar dapat hidup, maka proyek tersebut dianggap tidak feasible. Di lain pihak, proyek yang dapat hidup dengan proteksi
yang bernilai nol ataupun negative dianggap efisien sehingga dapat diterima.
ERP
yang dihitung menurut nilai tukar resmi disebut ERP, sedangkan yang dihitung
menurut SER disebut ERP. Baik kriteria unit DRC maupun ERP dapat digunakan
untuk kejadian ekonomi yang serupa. Dengan asumsi-asumsi tertentu, keduanya
bahkan dapat dikaitkan melalui rumus sederhana. Yaitu ERPP, sama dengan
proporsi kelebihan unit DRC terhadap shadow
exchange rate
ERP
= Unit DRC - 1
SER
Misalkan
produksi suatu barang untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional memakan sumber
dalam negeri senilai RP 2.500 per dollar yang dihemat ( melalui subitusi impor)
jika shadow exchange rate dinilai
sebesar Rp 2000/$1.00, produksi tersebut memerlukan proteksi efektif sebesar 25
persen (=2500/2000-1) supaya dapat hidup
B.
Ciri
– cirri umum dan contoh Penerapan Kriteria
Inti dari penggunaan
kedua jenis kriteria unit DRC dan ERP adalah pemisahan efek pemakaian
faktor-faktor produksi nasional dalam proses produksi suatu barang atau jasa,
dari segala jenis unsure lain yang ikut mempengaruhi harga jual barang atau
jasa tersebut terutama sarana impor maupun
kebijaksanaan pemerintah berupa pajak, subsidi, dan tindakan proteksi
lainnya. Pendekatan inilah yang mendasari pemakaian kata “efektif” dalam ERP.
Dalam hal ini tingkat proteksi efektif dibedakan dari tingkat proteksi nominal,
yang merupakan tingkat bea masuk yang ditetapkan oleh pemerintah untuk suatu
jenisb barang.
Misalnya
impor mobil yang sudah jadi dengan harga c.i,f sebesar $10.000 dikenakan bea
masuk sebesar 100 persen; maka angka tersebut merupakan tingkat proteksi nominal
yang diberikan kepada produsen mobil dalam negeri. Sellanjutnya misalkan
diketahui bahwa produksi dalam negeri merupakan industry perakitan saja yang mengimpor suku cadang dengan c.i.f senialai 90 persen
dari harga impor mobil jadi (yakni $9.000). Kemudian demi mendorong industry
nasional, pemerintah menetapkan bea masuk atas suku cadang sebesar 50 persen.
Dengan demikian, industry nasional mendapat kesempatan untuk menjual hasil
perakitannya dalam negeri dengan harga (1,0 + 100 persen) . $10.000 . Rp 1.850
= 37 juta – Rp 25 juta = Rp 12 juta per satuan dapat dipergunakan untuk
membayar faktor-faktor produksi nasional – tenaga kerja dan modal – yang ikut
dalam proses perakitan tersebut.
Padahal,
nilai proses perakitan itu jika dinilai menurut harga yang berlaku di pasaran
dunia, sama dengan selisih antara harga c.i.f mobil jadi suku cadangnya, yaitu
$ 10.000 - $ 9.000 = $ 1.000, dikalikan dengan nilai tukar. Untuk perthitungan
ini, kita asumsikan bahwa shadow exchange
rate sama dengan nilai tukar resmi, Jadi, nilai “tambah” menurut border price adalah sebesar $1.000 . Rp
1.850 = Rp 1,85 juta (angka ini disebut “nilai tambah” berdasarkan border price prose perakitan mobil).
Jadi, tingkat proteksi efektif berlainan dengan tingkat proteksi nominal yang besarnya
100 persen tadi, dalam hal ini, tingkat proteksi efektif adalah sebesar :
ERP = Nilai tambah menurut Harga Dalam Negeri - 1 = 12 -
1 =5,5
Nilai Tambah menurut Border Price 1, 85
Atau
dengan kata lain mencapai 5,5 kali lipat
C. Nilai Tambah
Berdasarkan Border Price
Konsep ini penting
untuk dapat mengerti unit DRC atau ERP. Nilai tambah berdasarkan border price satu-satuan hasil produksi
tersebut dengan jumlah nilai setiap
sarana tredeable yang masuk dalam memproduksi hasil itu, yang juga diukur
berdasarkan border price-nya.
Jadi,
dalam mencari nilai tambah tersebut ada tiga hal yang disorot, yaitu :
1) Border price hasil
produksi ;
2) Jumlah
masing-masing saran tradable yang
digunakan dalam pembuatan hasil itu (misalnya, jumlah berbagai jenis suku
cadang yang dipakai untuk membuat satu mobil) ; serta
3) Border price sarana
produksi tersebut
Dalam
hal ini kita tidak perlu meneliti susunan proses produksi di luar negeri untuk
mengetahui jumlah sumber lokal yang diperlukan. Bahkan dapat terjadi bahwa
selisih antara border price barang
yang sudah jadi dengan sarana tredeable-nya
tidak langsung terkait dengan biaya yang dihabiskan.
Misalnya,
perusahaan asing penghasil mobil umumnya menghindari ekspor hasil pabrik
perakitan suatu Negara ke Negara berkembang lainnya untuk tidak menyaingi
ekspor langsung dari negeri asal mereka. Salah satu cara untuk menghindari
timbulnya persaingan itu adalah dengan membebankan penjualan suku cadang kepada
anak perusahaan di Negara berkembang dengan harga yang relative tinggi
dibandingkan dengan perkiraan biaya suku cadang berdasarkan cost accounting di Negara asal. Jadi,
untuk pabrik di negar asalnya, tahap perakitantidak mungkin diselesaikan dengan
biaya serendah $1.000 per satuan (lihat contoh di atas), apalagi untuk pabrik
perakitan di Indonesia yang masih dengan ukuran produksi yang jauh di bawah
tingkat optimum.
D.
Susunan
ERP
Rumus
untuk effective rat of protection (ERP)
mempergunakan efisien-koefisien satuan sebagai berikur:
ERP
= bx
- Σi pi bi
1
- Σipi
Di mana :
bi = Tingkat proteksi nominal yang
diberikan kepada produsen barang jenis X
pi = Angka
perbandingan antara border price sara treadeable i yang dipakai dalam produksi
barang X di dalam negeri, dengan border
price barang jadi
X itu.
bi = Proporsi
kelebihan harga dalam negeri sarana
tradeable i terhadap hasil perkalian
antara border price-nya dengan nilai
tukar resmi sama dengan bi yang
dipergunakan dalam rumus DRC.
Dalam
contoh perakitan mobil, tingkat proteksi normal adalah :
a) bx
= 100% = 1,0
b) bi
(untuk i = suku cadang) = 50 persen = 0,5
Oleh karena nilai c.i.f
suku cadang merupakan 90 persen border
price mobil jadi, maka pi untuk
suku cadang sama dengan 90 persen = 0,9. Sarana tradeable i lain diabaikan dalam contoh sederhana ini, dengan
demikian :
ERP = 1,0
– 0,9 . (0,5) = 0,55 =
5,5
1 – 0,9 0,1
Atau
550 persen, sesuai dengan hasil perhitungan sebelumnya.
No comments:
Post a Comment